Selasa, 28 Februari 2012

Keajaiban Hati menurut Imam Ghozali




Hati memiliki dua pintu dalam hubungannya dengan ilmu; pertama bagi impian-impian, kedua bagi alam jaga, yaitu pintu yang tampak keluar.

Dalam keadaan tidur, pintu indera tertutup dan pintu batin terbuka, menyingkap kegaiban alam malakut (kerajaan langit) dan lauh al-Mahfudh (tempat takdir tersurat), bagaikan sinar cahaya. Terkadang untuk menyingkapnya, memerlukan sedikit ta’bir impian. Sedangkan yang tampak dari luar, orang mengira bahwa dengan itulah alam jaga terwujud dan bahwa jaga lebih sesuai bagi ma’rifah. Padahal dalam jaga, orang tidak dapat melihat sesuatu dari alam ghaib. Apa yang terlihat antara tidur dan jaga, lebih memungkinkan ma’rifah daripada yang terlihat dari jalan indera.

Disamping itu, kita perlu mengetahui bahwa hati itu seperti cermin, seperti juga Lauh al-Mahfudh, yang di situ terdapat gambar segala yang wujud. Kalau cermin dan cermin dihadapkan, maka gambar-gambar yang ada di cermin yang satu akan muncul pula di cermin yang lain. Demikian pula gambar-gambar yang ada di Lauh al-Mahfudh tampak di hati jika hati itu kosong dari nafsu-nafsu duniawi. Kalau hati itu penuh dengan nafsu-nafsu tersebut, maka alam malakutpun tertutup darinya.

Apabila dalam keadaan tidur ia kosong dari hubungan-hubungan inderawi, maka ia dapat menampakkan alam malakut dan muncullah dalam hati sebagian dari “gambar-gambar” yang ada di Lauh al-Mahfudh.

Ketika pintu indera ditutup, maka yang ada setelah itu adalah khayal (imajinasi). Karena itu, apa yang dilihat oleh hati, terselubung di bawah kulit (jasad lahiriyah), tidak sebagaimana kebenaran yang hakiki, yang jelas dan terbuka.
Ketika hati mati, karena pemiliknya meninggal, maka tidak ada lagi yang tersisa, tidak khayal dan tidak pula inderanya. Dan pada saat itulah hati dapat melihat, tanpa ilusi dan khayal.

Dikatakan padanya :
“Kami singkap tutupmu dari dirimu, maka penglihatanmu kini amat tajam” (QS. Qaf : 22)

Maka tidak seorangpun yang hatinya tidak pernah tersinggahi pikiran lurus, (mendapatkan) penerangan kebenaran melalui ilham. Kedatangannya tidak melalui indera, tapi langsung menyusup ke hati, tanpa diketahui dari mana datangnya. Sebab hati termasuk alam malakut, sedangkan indera diciptakan untuk alam kasat mata. Karena itu indera justeru menjadi penutup bagi hati untuk melihat alam malakut, jika ia tidak kosong dari kesibukan inderawi.

Jangan sekali-kali menyangka bahwa kekuatan (melihat alam malakut) hanya terbuka pada saat tidur dan mati saja, tetapi dapat juga terbuka dalam keadaan jaga bagi mereka yang benar-benar berjuang, melatih diri dan menghindar dari cengkeraman nafsu, angkara-murka, pekerti buruk dan perbuatan-perbuatan hina.

Ketika orang (seperti tersebut diatas) itu duduk di tempat yang sepi, menghentikan jalan indera, membuka mata batin dan pendengarannya, menyelaraskan hati terhadap alam malakut dan mengucapkan “Allah, Allah, Allah” secara terus menerus dalam hati (bukan dengan lisannya) sampai tidak menyadari dirinya dan alam sekelilingnya, sehingga yang terlihat olehnya hanyalah (tanda-tanda) Allah swt. saja, maka akan terbukalah kekuatan itu. Dia akan melihat, dalam jaga, apa yang dilihatnya ketika tidur. Ruh-ruh malaikat dan nabi-nabi serta bentuk-bentuk yang indah lagi agung, akan tampak jelas baginya. Demikian juga kerajaan-kerajaan langit dan bumi akan terkuak baginya.

Dan dia dapat melihat apa yang tak mungkin diterangkan maupun disifati, sebagaimana sabda Nabi saw.

“Bumi didekatkan padaku, maka akupun dapat melihat bagian-bagian timur dan baratnya”.
Dan firman Allah swt.

“Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda (kerajaan) langit dan bumi.”

Dalil-dalil di atas mempertegas bahwa ilmu-ilmu para nabi diperoleh melalui jalan itu, bukan melalui proses penginderaan, sesuai firman Allah swt :
“Sebutlah nama Tuhan-Mu dan tekunlah beribadah kepada-Nya, setekun-tekunnya”
[QS. Al-Muzzammil ayat 8 ]

Maksud dari istilah “tekun beribadah” ialah memutuskan hubungan dan kaitan dengan segala sesuatu, membersihkan hati dari segala bentuk kecenderungan duniawi, dan menghadapkan diri kepada Allah swt. secara total. Inilah jalan yang dilalui oleh para sufi, sedangkan metode pengajaran (ta’lim) adalah jalan para ulama (lahiriyah).
Tingkatan yang tinggi ini hanya diperoleh melalui jalan nubuwah (kenabian), demikian pula ilmu para wali (kekasih Allah). Ia semata-mata datang di hati mereka, tanpa perantaraan dari sisi Tuhan Yang Maha Benar, seperti ditegaskan dalam firman-Nya :

“Dan Kami ajari dia ilmu dari sisi Kami.” (QS. Al-Kahfi : 66)

Jalan ini tidak bisa difahami kecuali dengan tajribhi (pengalaman). Apabila jalan ini tidak dapat ditempuh dengan perasaan (dzauq), maka demikian pula (tidak dapai ditempuh) dengan pengajaran. Yang penting adalah mempercayai jalan ini, sehingga pancaran sinar kebahagiaan mereka (para nabi dan wali) tidak terhalang. Inilah yang termasuk keajaiban-keajaiban hati.

Barangsiapa yang tidak melihat, maka kemungkinan besar ia tidak akan percaya; seperti firman Allah :

“Sebaliknya mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dan belum datang kepada mereka takwilnya.” (QS. Yunus : 39)

Dan firman-Nya

Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengan Al-Qur’an, merekapun akan mengatakan “Ini adalah kebodohan lama.” (QS. Al-Ahqaf : 11)

Sesungguhnya kenikmatan dan kebahagiaan hakiki bagi manusia adalah ma’rifatullah (mengenal Allah).

Perlu diketahui bahwa kebahagiaan setiap apa saja, rasa nikmat dan kelezatannya, sangat tergantung pada tuntutan kodratnya. Dan kodrat sesuatu apapun adalah apa yang karenanya, mereka diciptakan. Kenikmatan mata terletak pada pemandangan-pemandangan yang indah, kenikmatan telinga terletak pada suara-suara yang merdu. Demikian pula semua anggota-anggota badan yang lain.

Nah, kenikmatan hati yang terutama ialah ma’rifatullah, karena untuk itulah hati diciptakan.

Seseorang yang belum mengenal sesuatu, kemudian mengenalnya, maka dia akan puas karenanya. Seperti permainan catur, ketika orang sudah mengenalnya (dapat memainkannya), orang tersebut akan begitu menikmatinya. Dilarangpun dia enggan meninggalkannya. Dia begitu penasaran untuk selalu memainkannya.

Begitu juga bila terjadi pengenalan kepada Allah (ma’rifatullah), seseorang akan merasa asyik dan tidak sabar ingin senantiasa bermusyahadah, karena kenikmatan hati adalah ma’rifatullah. Semakin besar pengenalannya kepada Allah, semakin besar pulalah kenikmatan yang diperolehnya. Oleh sebab itulah, ketika seseorang mengenal menteri misalnya, dia akan sangat gembira. Dan kegembiraan itu semakin bertambah apabila dia mengenal dan bertemu Khalifah/Sultan/Raja.

Sedangkan dalam wujud ini, tiada yang lebih agung,daripada Allah swt. Sebab keagungan segala yang ada, adalah karena-Nya dan dari-Nya semata.

Segala keajaiban alam tercipta akibat pengaruh-pengaruh penciptaan-Nya. Maka tidak ada pengenalan yang lebih mulia melebihi pengenalan terhadap Allah. Tidak ada kenikmatan yang lebih nikmat melebihi kenikmatan mengenal-Nya.

Dan tidak ada pandangan yang lebih indah melebihi pandangan hadlirat-Nya
Semua kenikmatan nafsu duniawi tergantung pada diri, dan kenikmatan-kenikmatan itu akan berhenti karena mati. Sedangkan kenikmatan mengenal Tuhan, berhubungan dengan hati, yang karenanya, kenikmatan ini tidak akan berhenti karena mati (kematian tubuh lahiriyah pemilik hati), karena hati akan semakin besar dan sinarnya justru semakin terang benderang, sebab dia telah keluar dari kegelapan menuju pancaran cahaya.

Pada dasarnya diri manusia adalah ikhtisar dari alam. Di dalamnya terdapat segala bentuk yang ada di alam yang merupakan hasil ciptaan Allah. Tulang-belelulang ibarat gunung-gunung, daging ibarat tanah, rambut ibarat tumbuh-tumbuhan, kepalai barat langit dan indera ibarat bintang-gemintang. Tidak cukup untuk dirinci disini.

Disamping itu dalam diri manusia terdapat “juru-juru alam”. Tenaga yang ada di perut ibarat juru masak, yang di limpa ibarat tukang roti, yang di usus ibarat tukang jahit, yang memutihkan susu dan memerahkan darah ibarat tukang celup. Untuk menjelaskan semua ini, juga memerlukan waktu yang panjang.

Yang terpenting, adalah agar kita mengetahui betapa dalam diri kita terdapat banyak makhluk yang bermacam-macam, yang semuanya berfungsi sebagai pelayan, yang kita cenderung melupakannya. Makhluk-makhluk tersebut tidak pernah beristirahat, sementara kita tidak menyadarinya dan tidak bersyukur kepada-Nya yang telah melimpahkan kenikmatan melalui makhluk-mahkluk tersebut.

Antara Al-Mukhlishin dan Al-Mukhlashin


Antara Al-Mukhlishin dan Al-Mukhlashin

Oleh Nasaruddin Umar

Al-mukhlishin dan al-mukhlashin berasal dari akar kata ‘akhlasha-yukhlishu’, berarti tulus, jujur, jernih, bersih, dan murni. Dari akar kata tersebut lahir kata ‘al-mukhlish’, jamaknya ‘al-mukhlishin’ berarti orang yang setulus-tulusnya mengikhlaskan diri di dalam upaya mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT. Perkataan, pikiran, dan segenap tindakannya hanya tertuju kepada Allah SWT.

Pengertian ikhlas lebih populer berarti kesungguhan dan ketulusan di dalam upaya mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT. Perkataan, pikiran, dan segenap tindakannya hanya tertuju kepada Allah SWT. Kalangan ulama tasawuf menjelaskan pengertian ikhlas sebagai upaya untuk menyucikan ketaatan dari perhatian sesama makhluk dan menjadikan Allah sebagai tujuan dalam berbagai ketaatan yang dilakukannya. Kebalikan dari ikhlas ialah riya, yaitu suatu perbuatan yang dilakukan selain untuk Allah SWT, juga untuk mendapatkan pujian dari makhluk. Riya terjadi manakala seseorang mulai menikmati pujian dari kebaikan yang dilakukannya.

Syekh al-Fudhail mengatakan, “Menghentikan suatu amal karena manusia adalah riya, dan mengerjakan suatu karena manusia adalah syirik.” Sahl bin Abdullah mengatakan, ikhlas merupakan ibadah yang paling sulit bagi jiwa, sebab diri manusia tidak punya bagian di dalamnya (?). Abu Said al-Kharraz menambahkan, riyanya para ‘arifin (ahli ma’rifah) adalah lebih utama daripada ikhlasnya para murid. Al-Sariy Rahmatullah ‘alaih mengatakan, barangsiapa berhias karena manusia dengan apa yang bukan miliknya, maka ia akan terlempar dari penghargaan Allah.

Menurut Ruwaim bin Ahmad bin Yazid al-Baghdadi, ikhlas adalah segala amal yang dilakukan pelakunya tidak bermaksud mendapatkan balasan, baik di dunia maupun di akhirat. Ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Abu Ya’kub al-Susiy Rahimahullah mengatakan, barangsiapa melihat dalam keikhlasannya suatu keikhlasan, maka keikhlasannya itu masih memerlukan keikhlasan lagi.

Dalam hadis Qudsi Nabi bersabda, “Ikhlas merupakan satu rahasia di antara rahasia-Ku, aku menaruhnya dalam hati hamba-hamba-Ku yang Kucintai”. Dalam hadis lain dikatakan, “Aku berlepas diri dari persekutuan orang-orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatu. Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang di dalamnya ia menyekutukan Aku, maka Aku akan melepaskan diri dari padanya”. “Sungguh berbahagialah orang-orang yang ikhlas, sebab merekalah yang menjadi pelita hidayah dan merekalah yang membuat semua malapetaka akan hilang.”

Awal ikhlas dan tauhid serta caranya adalah sebagaimana disebutkan Allah dalam Alquran surah al-Ikhlas. Kemudian, ikhlas dalam ketaatan, Allah berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”. (QS Al-Bayyinah 98:5).

Dari kata ikhlash, lahir kata ‘al-mukhlash’, jamaknya ‘al-mukhlashin’ berarti orang yang mencapai puncak keikhlasan sehingga bukan dirinya lagi yang yang berusaha menjadi orang ikhlas (mukhlishin), tetapi Allah SWT yang proaktif untuk memberikan keikhlasan. Al-Mukhlishin masih sadar kalau dirinya berada pada posisi ikhlas, sedangkan al-mukhlashin sudah tidak sadar kalau dirinya sedang berada dalam posisi ikhlas. Keikhlasan sudah merupakan bagian dari habit dan kehidupan sehari-harinya.

Jika kadarnya masih dalam batas al-mukhlishin maka masih riskan untuk diganggu dengan berbagai provokasi iblis, karena masih menyadari dirinya berbuat ikhlas. Sedangkan, al-mukhlashin, iblis sudah menyerah dan tidak bisa lagi berhasil mengganggunya karena langsung di-back-up oleh Allah SWT. Berbagai firman Allah SWT menyebutkan bahwa orang-orang yang sudah sampai di maqam al-mukhlashin membuat upaya iblis sudah tidak mempan lagi. Ayat-ayat tersebut, antara lain:

“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih (al-mukhlashin).” (QS Yusuf 12:24).

Ayat di atas terkait dengan hubungan antara Yusuf yang dijebak oleh istri raja di dalam kamar kosong karena terpesona ketampanannya. Dalam keadaan sepi, aman, disertai dengan adanya kemauan, maka hampir saja perbuatan tercela (zina) itu terjadi, namun Allah SWT yang proaktif melindungi Nabi Yusuf. Cobaan yang berat bagi Nabi Yusuf mampu dilewatinya, bukan karena kemampuannya untuk menahan diri, tetapi lebih karena pertolongan Allah SWT.

Dalam ayat lain, Allah SWT menyatakan, “Iblis berkata: ‘Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlas di antara mereka’.” (QS al-Hijr [15]:39-40). Sejalan dengan ayat lainnya, “Iblis menjawab: ‘Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka’.” (QS Shad [38]:82-83).

Perkataan ayat-ayat tersebut semuanya menggunakan kata al-mukhlashin¸ bukannya al-mukhlishin. Ini menunjukkan bahwa jika keikhlasan seseorang baru sampai di tingkat keikhlasan awal maka tidak ada jaminan iblis untuk menghindari mereka. Karena itu, banyak sekali orang-orang yang kelihatannya sudah menjadi tokoh bahkan ulama, tetapi masih berhasil tergoda dan jatuh di dalam cengkeraman nafsunya dan perbuatan terlarang pun dilakukannya.

Orang-orang yang sudah mencapai tingkat al-mukhlashin bukan hanya terhindar dari cengkeraman iblis, tetapi juga terhindar dari fitnah dan berbagai kecelakaan social*). Namun, untuk mencapai tingkat al-mukhlashin memerlukan latihan spiritual (mujahadah) yang tinggi dan telaten (istikamah). Mencapai derajat al-mukhlishin saja begitu sulit, apalagi mencapai tingkat al-mukhlashin. Seorang ulama tasawuf bernama Makhul mengatakan, “Tidak seorang pun hamba yang ikhlas selama 40 hari, kecuali akan tampak hikmah dari hatinya melalui lidahnya.” Barangsiapa yang sudah mencapai tingkat al-mukhlashin, maka patutlah ia bersyukur karena ia sudah berhasil menjadi orang yang langka. Kelangkaannya terlihat dari sulitnya menemui orang yang betul-betul ikhlas tanpa pamrih sedikit pun dari amal kebajikannya.

Catatan AsSalyan :

Sebenarnya Nabi Yusuf as. tertimpa fitnah (cobaan/ujian), yang akhirnya beliau dipenjara, tetapi beliau itu lulus dari ujian atau fitnah itu.

Dalam konteks kehidupan masyarakat kontemporer, sulit sekali menemukan orang-orang yang betul-betul ikhlas dalam arti al-mukhlishin, apalagi orang-orang yang tergolong al-mukhlashin.

Pola hidup yang semakin pragmatis dan rasional membuat banyak sekali manusia yang terjebak di dalam suasana pemikiran yang materialistik. Segala sesuatu diukur berdasarkan kepentingan materi dan kesenangan fisik. Pola dan gaya hidup seperti ini jelas mengancam pola hidup keikhlasan. Kini, sedemikian jauh bergeser keikhlasan itu di dalam masyarakat modern. Keikhlasan banyak sekali ditemukan di bibir, tetapi tidak dalam kenyataan hidup. Padahal, keikhlasan itu tidak dikatakan, tetapi diwujudkan dan dibudayakan.

Sumber : http://republika.co.id:8080/koran/52/151139/Antara_Al_Mukhlishin_dan_Al_Mukhlashin

Sabtu, 18 Februari 2012

Indahnya Malam

Yaa Rab Karunia siangMu terlah berganti dengan damainya cahaya sore ............semoga kami bisa menjemput anugerahnya malam ini dengan tenangnya malam yang dipenuhi berbagai karunia dan RachmatMu....

janganlah diri ini kehilangan kesempatan nikmatnya bermunajat, tulusnya cinta, manisnya taat, indahnya dzikir dan tenteramnya kalbu bersamaMu

Jangan gelapkan hati kami dengan berjalan didunia tanpa memperdulikan nikmatnya bermunajat padaMu


Sadarkankan-lah diri ini jangan sampai kami habiskan malam dengan tidur diatas kasur seperti mayat yg sedang terbujur, .........tanpa pernah merenungkan ibadah dan kebesaranMu,......&buatlah bahagia Roh kami dengan menyendiri bersamaMu dengan mengisi cahaya kalbu kami dg membaca firmanMu....

Yaa Ghofar, ampunilah gelapnya Qolbu kami,.....jika kami telah melenakan didalamnya malam berbagai karunia dan rachmat dariMu ...

Jika Kesempurnaan akal telah engkau karuniakan pd kami......tuntunlah kami untuk selalu mempergunakannya hanya utk mengatur sesuatu yg hanya mendekatkan pdMu,.....

dan cukuplah pelajaran buat kami kisah Fir'aun dan Qorun pemilik kedudukan dan kekayaan tertinggi di mata hambaMu tetapi telah engkau hempaskan, hinakan keduanya

Kami sadar yaa RAb suatu saat dunia ini akan melepaskan diri dan meninggalkan kami cepat atau lambat....

" Adapun orang yang melampaui batas dan mementingkan kehidupan dunia, maka sesungguhnya neraka jahimlah tempatnya (QS-Annaaziat)


Aamiin

Jumat, 12 November 2010

Mohon Ampun


Ilahi lastu lilffirdausi ahla
Walaa aqwa ‘ala naaril jahiimi
Fahabli taubatan waqfir dzunubi
Fainaka ghafirudzanbil ‘adzimi…

Dzunubi mitslu a’daadir rimali
Fahabli taubatan ya Dzal Jalaali
Wa’umri naqishu fikulli yaumi
Wadzanbi zaaidun kaifa htimali

Ilahi abdukal ‘aashi ataak
Muqirran bi dzunubi wa qad di’aaka
Fain taqhfir fa anta lidzaka ahlun,
Wain tadrud faman narju siwaaka


Wahai Tuhanku…aku sebetulnya tak layak masuk surgaMu,
Tapi…aku juga tak sanggup menahan amuk nerakaMu,
Karena itu mohon terima taubatku ampunkan dosaku,
Sesungguhnya Engkaulah maha pengampun dosa-dosa besar

Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir
Maka berilah ampunkan oh Tuhanku yang Maha Agung
Setiap hari umurku terus berkurang
Sedangkan dosaku terus menggunung,
Bagaimana aku menanggungkannya,

Wahai Tuhan, hambamu yang pendosa ini
Datang bersimpuh kehadapanMu
Mengakui segala dosaku
Mengadu dan memohon kepadaMU

Kalau engkau ampuni itu karena Engkau
Sajalah yang bisa mengampun
Tapi kalau tolak, kepada sipa lagi kami memohon
Ampun selain kepadaMU

By Abu Nawas

Rabu, 31 Maret 2010

PENGALAMAN BERSEPEDA














































Saat pulang kampung ke Sumberpucung tepatnya Lebaran saya bingung alias terkejut melihat sepeda koq keren dan aku coba angkat tuh sepeda kok ringan buanget sepertinya titanium terlihat berwarna abu2 ternyata punya adikku, trus aku tanya harganya……pokoknya harganya lumayan…wah pantes, besok paginya aku cobain tuh sepeda wuihhhhh Serrr ringan habis….karena ringannya mak serrrr sampai ke bendungan karangkates yang pesona pemandangannya begitu indah bak lukisan Tuhan...kuhirup sejuknya pagi dan kunikmati indahnya alam seiring sapa-sapaan kecil penuh hangat saat bertemu kawan lama.............dalam hati sepulang kampung ntar sepedaku akan kuganti dg yang lebih ringan, yang pasti harus merogoh kocek yg agak dalam...ala makkk

Ternyata bersepeda merupakan kegiatan yg mengasyikan dan mungkin juga banyak sekali manfaatnya. Dengan bersepeda berarti saya juga telah membuat badan saya sehat dan yang terpenting bisa membuat bahagia dan menghilangkan stress, karena selama ini terjebak dalam rutinitas kerja dan dampak kemacetan di DKI.


Sekarang hampir setiap hari genjot sepeda pastinya setelah sholat subuh & selama 30menit dan hari sabtu&minggu genjot muter2 1 jam dan berhenti di Puri Mall tepatnya depan ST Moritz penthouses dan ikutan senam pernafasan taichie dan kadang2 juga meluncur ke Monas trus muter2 ke sudirman Carfreeday tumplek blek manusia bersepeda disana dari mulai anak2 sampai yg tua dan dari mulai sepeda buat belanja, spd onthel sampai sepeda harga 50jt-an hmmm..uedan memang duitnya orang indonesia gak ada serinya ...wah yang jelas hampir setiap event fun bike pasti gak ketinggalan..memburu kaos dan sehatt hehehe.. Dari bersepeda saya menemukan kenikmatan luar biasa dan langsung jatuh hati dengan olah raga tersebut, selain berolah raga saya mendapat sensasi berpetualangan dan tambah teman buanyakkk dan mengurangi polusi kota Jakarta walaupun tidak terlalu significant,……. smoga pak Gubernur cepat merelaisasikan bike line.

Let us bike for Our health and environment, let us bike to Work
GOES YOK

Minggu, 31 Januari 2010

Lelakiku

Anakku,
Kedermawanan adalah pakaian yang paling layak dikenakan jika kamu berjalan diantara kaum miskin dan para dhu'afa, kemurahan hatimu pada mereka akan menutupi segala kekurangan sempurnaan budi pekertimu. Subhanallah

Titipan Ilahi



Anakku,
Kelembutan adalah perkara yang sangat indah, tidak ada sesuatu tanpa kehadirannya kecuali Dia akan menjadikannya sesuatu itu jelek dan siapapun akan menjauhinya, maka tempatkanlah kelembutan bersama dengan setiap amal perbutanmu. Subhanallah